MAKALAH BID’AH


 

MAKALAH BID’AH

Sebagai  Tugas  Mata  Kuliah

Kemuhammadiyahan

Dosen Pengampu : Dr.H.Tjipto Subadi,M.Si.

Disusun Oleh :
SINGGIH PRABOWO
A410 070 059

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011


 

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Segala ucap syukur alhamdulillah kepada ALLAH S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya sehingga Penulis bisa menyusun makalah ini yang berjudul “ BID’AH“ sebagai tugas mata kuliah KEMUHAMMADIYAHAN.

Penulis berharap semoga dengan disusunnya makalah ini akan memberikan manfaat bagi Penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

            Islam adalah agama yang telah sempurna dan bersifar universal. Universitas Islam selain bermakna keberlakuan Islam untuk semua manusia,semua bangsa dan negara,juga subtansi ajarannya. Ajaran Islam,kalau dilakukan oleh siapapun pasti akan membawa pada kebaikan hidup,walaupun orang tersebut secara formal belum menyatakan keislamannya.Subtansi jaran islam memuat seluas kehidupan dan persoalan manusia,sehingga islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Alla(hablum minallah)saja,tetapi jiga mengatur hubungan manusia dengan sesama dalam lingkungan-nya(hablum minannas).

            Penulis menyadari pasti ada kekurangan dan kelemahan yang terdapat pada makalah ini karena keterbatasan pengetahuan yang Penulis miliki. Untuk itu, penyusun terbuka terhadap kritik dan saran sehingga bisa menambah kesempurnaan dan memberikan kami tambahan pengetahuan.

Wassalamu’alaikum wr.wb

 

 

 

 BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Islam memberikan tuntunan kepada manusia dalam hal pergaulan,bahwa pergaulan itu hendaknya didasarkan atas moral atau budi pekerti yang luhur,bukan atas dasar kemuliaan status sosial maupun materi dan sesungguhnya dalam kehidupan ini sangat dibutuhkan adanya pengenalan antara manusia yang satu dengan yang lain.

Selaras dengan ungkapan sebuah syair:”Aku mengenali kejelekan bukan untuk kejelekan, namun agar berjaga-jaga darinya siapa yang tak kenal kebaikan dari kejelekan, ia akan terjerumus ke dalamnya.”

Dengan demikian tidak cukup bagi seseorang dalam beribadah hanya mengetahui sunnah saja, akan tetapi juga harus mengenali lawannya yakni bid’ah, seperti dalam hal keimanan tidak cukup mengerti tauhid saja tanpa mengetahui syirik. Allah subhanahu wa ta’ala telah mengisyaratkan hal ini dalam firmanNya (yang artinya), “Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thoghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (Al Baqoroh: 256).

Tak dapat disangkal lagi bila fenomena yang ada menunjukkan tak sedikit dari kaum muslimin yang begitu hobi melakukan praktek bid’ah dan khurafat, yang lebih mengenaskan bid’ah dan khurafat itu dikemas sedemikian rupa agar tampak seolah-olah suatu ibadah yang disyariatkan, lebih tampil menarik dan mampu memikat perhatian banyak orang. Lebih dari itu ternyata bid’ah dan khurafat kini gemar dikampanyekan orang-orang yang bergamis dan berjenggot, tetapi mana gamis dan mana jenggot?! -yang jelas keduanya tengah didzalimi-. Ironinya model-model yang seperti inilah yang dijadikan tokoh-tokoh penting bangsa ini, naik daun dan melambung namanya di hadapan rakyat yang awam akan ilmu agamanya.

Sementara apa yang ada di dalam Kitabullah berisikan perintah untuk ittiba’ (mengikuti tuntunan Rosulullah). Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imran: 31).

Allah juga berfirman (yang artinya), “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS Al An’am: 153).

Bidah merupakan pelanggaran yang sangat besar dari sisi melampaui batasan-batasan hukum Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas bahwa hal ini menyalahi dalam meyakini kesempurnaan syariat.Menuduh Rasulullah Muhammad SAW menghianati risalah, menuduh bahwa syariat Islam masih kurang dan membutuhkan tambahan serta belum sempurna. Jadi secara umum dapat diketahui bahwa semua bid’ah dalam perkara ibadah/agama adalah haram atau dilarang sesuai kaedah ushul fiqih bahwa hukum asal ibadah adalah haram kecuali bila ada perintah dan tidaklah tepat pula penggunaan istilah bid’ah hasanah jika dikaitkan dengan ibadah atau agama sebagaimana pandangan orang banyak, namun masih relevan jika dikaitkan dengan hal-hal baru selama itu berupa urusan keduniawian murni misal dulu orang berpergian dengan unta sekarang dengan mobil, maka mobil ini adalah bid’ah namun bid’ah secara bahasa bukan definisi bid’ah secara istilah syariat dan contoh penggunaan sendok makan, mobil, mikrofon, pesawat terbang pada masa kini yang dulunya tidak ada inilah yang hakekatnya bid’ah hasanah.

Al-qur’an dan Al-Hadist sangat kaya dengan berbagai ajaran untuk pedoman iman dan kehidupan ini. Para penganut ajaran sesat biasanya memberi tekanan khusus pada satu atau dua ajaran, lalu diinterpretasikan sedemikian rupa dan ditambah dengan ajaran-ajaran pemimpinnya sehingga menjadi satu doktrin utama dalam aliran itu.

Terilhami oleh suatu ungkapan “saya mendengar dan melihat saya ingat, saya berbuat lalu saya mengerti”, maka penulis berasumsi bahwa dengan kajian tentang “BID’AH” ini menjadikan masyarakat dengan mendengar,melihat dan berbuat dapat mengerti.

Dan banyak perkataan terlontar, dari orang yang belum paham (atau mungkin salah paham) tentang bid’ah. Inti perkataannya menunjukkan bahwa bid’ah itu sesuatu yang boleh dikerjakan. Untuk itulah pada makalah ini penulis akan membahas berbagai kerancuan yang sering terdengar di kalangan masyarakat dan melalui makalah ini diharapkan akan dihasilkan suatu kajian tentang “ BID’AH”.

B.   Perumusan  Masalah

Berdasarkan latar belakang pemasalahan di atas, maka Penulis dalam menyusun makalah ini dapat mengambil beberapa permasalahan, yaitu

  1. Bagaimana sesuatu permasalahan,hal,tindakan atau perilaku bisa dikatakan “BID’AH”?
  2. Bagaimana pesan yang disampaikan dalam makalah yang disusun oleh Penulis tentang”BID’AH” ini?
  3. Bagaimana tanggapan dan pendapat masyarakat ataupun para ulama tentang”BID’AH”?

C.  Tujuan

            Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan Penulis menyusun makalah ini adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui pengertian bid’ah
  2. Untuk mengetahui macam-macam bid’ah dalam agama Islam
  3. Untuk mengetahui hukum perbuatan bid’ah
  4. Untuk mengetahui penyebab-penyebab lahirnya bid’ah
  5. Untuk mengetahui bahaya bid’ah bagi agama Islam
  6. Untuk mengetahui dalil-dalil yang mencela bid’ah
  7. Untuk mengetahui cara menghindarkan diri dari bid’ah

BAB  II

PEMBAHASAN

 

A.  Pengertian  Bid’ah

    1. Menurut Bahasa

Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh. Sebelumnya Allah berfirman.
Badiiu’ as-samaawaati wal ardli
“Artinya : Allah pencipta langit dan bumi” [Al-Baqarah : 117]

Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya.

Juga firman Allah.
                        Qul maa kuntu bid’an min ar-rusuli
“Artinya : Katakanlah : ‘Aku bukanlah rasul yang pertama di antara   

                        Rasul- rasul”. [Al-Ahqaf : 9].

Maksudnya adalah : Aku bukanlah orang yang pertama kali datang dengan risalah ini dari Allah Ta’ala kepada hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yang telah mendahuluiku.

Dan dikatakan juga : “Fulan mengada-adakan bid’ah”, maksudnya : memulai satu cara yang belum ada sebelumnya.
Ibtida’(membuat sesuatu yang baru) ada dua makna;

  1. Membuat sesuatu yang baru dalam hal adat(urusan keduniaan),seperti penemuan-penemuan modern,hal semacam ini boleh saja karena hukum asal dalam adat itu adalah mubah.
  2. Membuat sesuatu yang baru dalam agama,dan hal ini haram hukumnya.karena hukum asal dalam agama adalah tawqif(terbatas pada apa yang diajarkan oleh syari’at).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Artinya : Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya di tolak (tidak diterima)”. Dan di dalam riwayat lain disebutkan : “Artinya : Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan didasarkan urusan kami, maka perbuatannya di tolak”.

Hukum dari bidaah ini adalah haram. Perbuatan dimaksud ialah perbuatan baru atau penambahan dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti sempit (ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan rukunnya.

      Pemakaian kata tersebut di antaranya ada pada :

Firman Allah ta’ala : بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ

      ” (Dialah Allah) Pencipta langit dan bumi.” (Q.s.2:117)

Firman Allah ta’ala : قُلْ مَا كُنتُ بِدْعاً مِّنْ الرُّسُلِ

    ” Katakanlah (hai Muhammad), “ Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rosul-    

    rosul.” (Q.s:46:9)

Perkataan اِبتدع فلانٌ بدعة

     Maknanya: Dia telah merintis suatu cara yang belum pernah ada yang mendahuluinya.

Perkataan هذاأمرٌبديعٌ

Maknanya: sesuatu yang dianggap baik yang kebaikannya belum pernah ada yang menyerupai sebelumnya. Dari makna bahasa seperti itulah pengertian bid’ah diambil oleh para ulama.

  • Jadi membuat cara-cara baru dengan tujuan agar orang lain mengikuti disebut bid’ah (dalam segi bahasa).
  • Sesuatu perkerjaan yang sebelumnya belum perna dikerjakan orang juga disebut bid’ah (dalam segi bahasa).
  • Terlebih lagi suatu perkara yang disandarkan pada urusan ibadah (agama) tanpa adanya dalil syar’i (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dan tidak ada contohnya (tidak ditemukan perkara tersebut) pada jaman Rosulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam maka inilah makna bid’ah sesungguhnya.

2. Bid’ah  Menurut  Istilah

Bid’ah menurut istilah (syar’i/terminologi) adalah : sesuatu yang diada-adakan menyerupai syariat tanpa ada tuntunannya dari Rasulullah yang diamalkan seakan-akan bagian dari ibadah. Dalam hal ini Rasūlullôh Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda : ”Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tiada ada tuntunannya dariku, maka tertolak” (HR Bukhari Muslim) dan hadits : ”Setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan neraka tempatnya.”
Adapun menurut etimologi (bahasa), makna bid’ah adalah al-ikhtira’, sesuatu yang diada-adakan tanpa ada contohnya sebelumnya. Seperti firman Alloh : ”Allôhu Badî’us Samâwât..” (Allôh-lah yang menciptakan langit, maksudnya mengadakan langit tanpa ada contoh sebelumnya). Termasuk makna etimologi ini adalah, ucapan Sahabat ’Umar : ”sebaik-baik bid’ah adalah ini” ketika beliau memerintahkan untuk sholat tarawih berjama’ah…

Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini beberapa poin penting mengenai bid’ah :

  1. Makna bid’ah secara bahasa diartikan mengadakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya.
  2. Makna bid’ah secara istilah adalah suatu cara baru dalam beragama yang menyerupai syari’at dimana tujuan dibuatnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah.
  3. Tiga unsur yang selalu ada pada bid’ah adalah; (a) mengada-adakan, (b) perkara baru tersebut disandarkan pada agama, (c) perkara baru tersebut bukan bagian dari agama.
  4. Setiap bid’ah adalah sesat.

B.   Macam-macam bid’ah

  1. Izzu bin Abdu Assalam dalam bukunya Qawaidu Alahkam fi mashalihi alanam hal:204, ia menganggap bahwa segala sesuatu yang belum dan tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW adalah Bid’ah yang terbagi menjadi lima bagian, Bid’ah Wajiba (Wajib), Bid’ah Muharramah (Haram), Bid’ah Makruha (Makruh), Bid’ah Mandubah (Sunnah) dan Bid’ah Mubaha (boleh) dan untuk mengetahuinya maka bidah tersebut haruslah diukur berdasarkan Syar’i, apabila bid’ah tersebut termasuk ke dalam sesuatu yang diwajibkan oleh syar’i berarti bida’ah itu wajib, apabila termasuk perbuatan yang diharamkan berarti haram dan seterusnya. Defenisi ini kemudian diperkuat oleh Imam Nawawi dalam Fath Albari karangan Ibnu hajar hal:394, bahwa segala sesuatu yang belum dan tidak pernah ada pada zaman Nabi adalah bid’ah namun ada yang terpuji dan ada pula yang tercela
  2. Imam Nawawi dalam kitabnya Alazkar, mengatakan bahwa bid’ah itu terbagi menjadi:
    1. Bid’ah Wajiba

Contoh:mempelajari ilmu Nahwu untuk lebih memahami kalamullah dan sunnah rasul adalah sesuatu yang wajib dipelajari dan untuk menjaga syariat maka bid’ah itu adalah wajib

    1. Muharramah

Contoh:Mazhab-mazhab yang sesat, seperti Qadariyah, jabariah dan Khawarij, juga termasuk menciptakan sesuatu yang mendatangkan mudharat bagi diri dan orang lain.

c.   Mandubah

Contoh Bid’ah Mandubah: Pembangunan sekolah, jembatan, shalat tarawih berjamaah di mesjid dan lain-lain.

d.   Mubaha

Contoh Bid’ah mubaha: menambah kelezatan makanan dan minuman serta memperindah pakaian

Dan beliau pun berbicara mengenai berjabat tangan setelah menunaikan shalat, dimana berjabat tangan adalah sunnah pada setiap kali bertemu, namun orang-orang terbiasa dengan berjabat tangan dan menjadikannya adat hanya pada setiap kali selesai shalat subuh dan ashar saja, padahal tidak mempunyai dasar dalam syara’, namun tidak apa-apa karena asal hukum berjabatan tangan adalah sunnah.

  1. Dalam kitab Annihayah,Ibnu Atsir berkata: Bid’ah itu terbagi menjadi dua yaitu Bid’ah hasanah dan dhalalah, jika bertentangan dengan perintah Allah dan rasulnya maka bid’ah itu termasuk golongan sesat dan tercela namun jika sesuai dengan nilai-nilai yang telah dianjurkan oleh agama maka bid’ah itu tergolong kedalam bid’ah yang terpuji, bahkan menurut beliau, bid’ah hasanah pada dasarnya adalah sunnah. hal serupa pun dikemukakan oleh Ibnu Mandzur. Di dalam Alquran Allah berfirman:”Yasalunaka maaza uhilla lahum qul Uhilla lakumu Atthayyibat” yang mengisyaratkan bahwa sesuatu yang baru selama tidak bertentangan dengan agama meskipun tidak ada dasar hukumnya adalah baik dan terpuji dan mendapat pahala, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:”Man sanna sunnatan hasanatan kana lahu ajruha wa ajru man ‘amila biha wa man sanna sunnatan sayyiatan kana ‘alaihi wizruha wa wizru man ‘amila biha”, barang siapa yang berbuat sesuatu yang baik maka baginya pahala dan pahala orang-orang yang mengerjakannya dan barang siapa yang berbuat sesuatu yang buruk maka baginya dosa dan dosa orang-orang yang berbuat mengikutinya. Hal serupa pernah diucapkan oleh Umar ra:”Ni’matil bid’atu hazihi”, alangkah indahnya bid’ah ini, karena merupakan perbuatan baik sehingga termasuk kedalam golongan bid’ah yang baik dan terpuji meskipun Rasulullah SAW tidak pernah melakukan yang demikian yaitu melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah dan juga pada zaman Abu bakr, Umar ra lah yang mengumpulkan orang-orang dan menyunatkan shalat tarawih secara berjamaah di mesjid dan hal ini beliau namakan bid’ah “Ni’matil bid’atu hazihi”, yang menunjukan bahwa hal itu pada dasarnya adalah Sunnah berdasarkan sabda Rasul SAW:”Alaikum bisunnati wa sunnati alkhulafa Arrasyidina min ba’di”, dan Sabdanya yang lain:”Iqtadauw billazina min ba’di, Abi bakr wa umar wa ali”, hal ini mengabaikan hadis lain yaitu “Kullu muhdatsatin bid’at dan Kullu bid’atin Dhalalah”, karena yang dimaksud dengan hadis ini adalah apa-apa yang baru yang bertentangan dengan Syar’i serta tidak sesuai dengan agama.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi hasanah dan sayyiah sebagaimana dapat dilihat dari perkataan Imam Syafi’i dan para pengikutnya seperti Izzu bin Abdu Assalam, An Nawawi dan abu Syamah.

Para ‘ulama ahli ushul fiqih telah sepakat menetapkan pembagian bid’ah itu kedalam dua bagian yaitu :

  1. Bid’ah ‘Amm (umum);

Macam2nya : Fi’liyyah dan Tarkiyyah, I’tiqadiyyah dan ‘Amaliyyah,

Zamaniyyah, Makaniyyah dan Haliyyah, Haqiqiyyah dan Idhafiyyah, Kulliyyah dan Juz-iyyah, ‘Ibadiyyah dan ‘Adiyyah. (masing2 ada penjelasannya).

2.   Bid’ah Khash (khusus):

Macam2nya : Bid’ah wajibah, Bid’ah Mandubah, Bid’ah Mubahah, Bid’ah Muharramah, Bid’ah Makruhah.

Bid’ah Haqiqah adalah sesuatu yang baru dan sama sekali tidak ada dalil syar’inya, baik dalam Al Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’. Tidak ada istidlal (petunjuk dalil) yang digali oelh para ulama mu’tabar

Contoh2 Bid’ah : (haqiqiyyah)

Bid’ah Haqiqiyyah : yaitu suatu perbuatan yang tidak ada dalilnya sedikitpun

baik dalil Al-qur’an, Sunnah rasul, dan ijma’ maupun istidlal yang mu’tabar

dari para ahli ilmu agama dengan ringkas atau panjang, contoh2 :

1. Mendekatkan diri kepada Allah swt dengan cara menjadi Rahib.

2. Menyiksa diri dengan berbagai macam siksa dgn tujuan agar lekas mati

    untuk segera memperoleh kemuliaan disyurga.

3. Menyerahkan hukum agama kepada ‘aqal-fikiran manusia, dan menolak

    nash-nash yang terang dari Allah dan Rasul-Nya.

4. Menyamakan urusan riba dengan jual beli dengan dalih sama2 mencari

    keuntungan.

5. Mengerjakan rukun sholat dengan dibalik-balik rukunnya, misalnya ruku’

    2 kali dan sujud satu kali, dll.

6. Puasa (Ramadhan) dimalam hari dan berbuka disiang hari.

7. Mengadakan thawaf ditempat lain (bukan di sekeliling ka’ba) misalnya

    ditempat2 yang dianggap keramat.

8. Ber-wukuf ditempat lain selain dari Arafah, sebagai ganti Arafah.

 

  Bid’ah Idlafiyyah adalah sesuatu yang secara prinsip memiliki dasar 

syar’iy, tetapi dalam penjelasan dan operasionalnya tidak berdasar dalil syar’iy.

Contoh Bid’ah Idhafiyyah

Bid’ah Idhafiyyah, yaitu suatu perbuatan yang terdapat padanya dua unsur

yang bercampur, yakni bila dilihat atau dihubungkan dengan dalil atau sunnah

kelihatannya bukan perbuatan bid’ah, tetapi bila dilihat dari sisi yang

lain, per

buatan itu menjadi bid’ah, contoh ;

1. Sholat Ragha-ib atau sholat 12 raka’at pada malam Jum’at minggu pertama

    bulan Rajab dengan cara2 tertentu, dilihat dari satu jurusan perbuatan  sholat

    adalah mengikut sunnah Rasul, tetapi dilihat dari jurusan lain sholat sunnah tsb

    tidak pernah diperintahkan/dicontohkan oleh Nabi saw.

2. Sholat Nishfu Sya’ban, yaitu sholat 100 raka’at pada malam 15 bulan

    sya’ban. ( Tidak ada contoh/perintah dari Rasulullah saw.)

3. Sholat sunnah sehabis Fardhu Subuh dan Fardhu Ashyar, (bahkan sholat

    sunnah tsb dilarang Rasulullah).

4. Mengerjakan Adzan dan Iqamat pada sholat hari raya Idul-Fitri, dan sholat

    gerhana mata hari/bulan.

5. Membaca shalawat dan salam sehabis adzan dengan nyaring, dan menjadi

    kannya sebagai lafaz adzan.

6. Membaca adzan dan iqamat dengan suara keras pada saat menguburkan mayat.

7. Membaca istighfar sehabis sholat berjamaah dengan suara nyaring dan

    dibacakan bersama-sama.

Bid’ah Tarkiyyah adalah sikap meninggalkan perbuatan halal dengan menganggap bahwa sikapnya itu tadayyun (kesalihan beragama). Sikap ini bertentangan dengan konsep syari’ah secara umum. Seperti yang pernah diajukan oleh tiga orang yang bertanya tentang ibadah Nabi, lalu masing-masing dari tiga ini berjanji untuk meninggalkan sesuatu yang halal dengan tujuan agar lebih shalil dalam beragama. Sehingga keluar pernyataan Nabi: …barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku, maka ia bukanlah dari ummatku”. Muttafaq alaih

Bid’ah Iltizam adalah pembatasan diri pada syari’ah yang mutlak, dengan waktu atau tempat tertentu. Syari’ah yang mutlak itu bisa berupa ucapan, perbuatan. Seperti bershalawat Nabi, dsb. Secara prinsip bershalawat diajarkan agama dan diperintahkan untuk banyak melakukannya, kecuali yang dibaca pada shalat. Bid’ah dalam hal ini muncul ketika ada pembatasan waktu atau tempat tertentu, tidak bisa dilakukan di luar waktu atau tempat yang telah ditentukan itu.

Bid’ah I’tiqadiyah adalah bid’ah dalam pandangan keyakinan,seperti meyakini pandangan agamanya yang dianggap benar,padahal sesungguhnya tidak benar.

C. Sisi  Perbedaan  Antara  Bid’ah Dengan Maksiat

    Dasar larangan maksiat biasanya dalil-dalil yang khusus, baik teks wahyu (Al-Qur’an , As-Sunnah) atau ijma’ atau qiyas. Berbeda dengan bid’ah, bahwa dasar larangannya –biasanya dalil-dalil yang umum dan maqaashidusysyarii’ah serta cakupan sabda Rasulullah ‘Kullu bid’atin dhalaalah’ (setiap bida’ah itu sesat).

  1. Bid’ah itu menyamai hal-hal yang disyari’atkan, karena bid’ah itu disandarkan dan dinisbatkan kepada agama. Berbeda dengan maksiat, ia bertentangan dengan hal yang disyariatkan, karena maksiat itu berada di luar agama, serta tidak dinisbatkan padanya, kecuali jika maksiat ini dilakukan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah, maka terkumpullah dalam maksiat semacam ini, maksiat dan bid’ah dalam waktu yang sama.
  2.  Bid’ah merupakan pelanggaran yang sangat besar dari sisi melampaui batasan-batasan hukum Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas bahwa hal ini menyalahi dalam meyakini kesempurnaan syari’at. Menuduh bahwa syari’at ini masih kurang dan membutuhkan tambahan serta belum sempurna. Sedangkan maksiat, padanya tidak ada keyakinan bahwa syari’at itu belum sempurna, bahkan pelaku maksiat meyakini dan mengakui bahwa ia melanggar dan menyalahi syariat.
  3. Maksiat merupakan pelanggaran yang sangat besar ditinjau dai sisi melanggar batas-batas hukum Allah, karena pada dasarnya dalam jiwa pelaku maksiat tidak ada penghormatan terhadap Allah, terbukti dengan tidak tunduknya dia pada syari’at agamanya. Sebagaimana dikatakan, “Janganlah engkau melihat kecilnya kesalahan, tapi lihatlah siapa yang engkau bangkang” .
    Berbeda dengan bid’ah, sesungguhnya pelaku bid’ah memandang bahwa dia memuliakan Allah, mengagungkan syari’at dan agamanya. Ia meyakini bahwa ia dekat dengan tuhannya dan melaksanakan perintahNya. Oleh sebab itu, ulama Salaf masih menerima riwayat ahli bid’ah, dengan syarat ia tidak mengajak orang lain untuk melakukan bid’ah tersebut dan tidak menghalalkan berbohong. Sedangkan pelaku maksiat adalah fasiq, gugur keadilannya, ditolak riwayatnya dengan kesepakatan ulama.
  4. Maka sesungguhnya pelaku maksiat terkadang ingin taubat dan kembali, berbeda dengan ahli bid’ah, sesungguhnya dia meyakini bahwa amalanya itu adalah qurbah (ibadah yang mendekatkan kepada Allah, -pent), terutama ahli bid’ah kubra (pelaku bid’ah besar), sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
    “Artinya : Maka apakah orang yang dijadikan (syaithan) menganggap baik pekerjaan yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik…” [Faathir : 8]
    Sufyan At-Tsauri berkata : “Bid’ah itu lebih disukai Iblis daripada maksiat, karena maksiat bisa ditaubati dan bid’ah tidak (idharapkan) taubat darinya.
    Dalam satu riwayat diceritakan bahwa Iblis berkata, “Saya mencelakakan Bani Adam dengan dosa dan mereka membinasakanku dengan istighfar dan Laailaha illalah.
    Tatkala saya melihat itu, maka saya menebar hawa nafsu di antara mereka. Maka mereka berbuat dosa dan tidak bertaubat, karena mereka beranggapan bahwa mereka berbuat baik.
  5. Jenis bid’ah besar dari maksiat, karena fitnah ahli bid’ah (mubtadi) terfdapat dalam dasar agama, sedangkan fitnah pelaku dosa terdapat dalam syahwat. [3]. Dan ini bisa dijadikan sebuah kaidah bahwa jika salah satu dari bid’ah atau maksiat itu tidak dibarengi qarinah-qarinah (bukti atau tanda) dan keadaan yang bisa memindahkan hal itu dari kedudukan asalnya.

Diantara contoh bukti-bukti dan keadaan tersebut adalah : Pelanggaran –baik maksiat atau bid’ah- bisa membesar jika diiringi praktek terus menerus, meremehkannya, terang-terangan, menghalkan atau mengajak orang lain untuk melakukannya. Ia juga bisa mengecil bahayanya jika dibarengi dengan pelaksanaan yang sembunyi-sembunyi, terselubung tidak terus menerus, menyesal dan berusaha untuk taubat , berusaha untuk tidak mengulanginya perbuatannta itu lagi.
Contoh lain : Pelanggaran itu dengan sendirinya bisa membesar dengan besarnya kerusakan yang ditimbulkan. Jika bahayanya kembali kepada dasar-dasar pokok agama, maka hal ini lebih besar daripada penyimpangan yang bahayanya hanya kembali kepada hal-hal parsial dalam agama.

Begitu pula pelanggaran yang bahayanya berhubungan dengan agama lebih besar daripada pelanggaran yang bahayanya yang berhubungan dengan jiwa.
Jadi sebenarnya untuk mengkomparasikan antara bid’ah dengan maksiat kita harus memperhatikan situasi dan kondisi, maslahat dan bahayanya, serta akibat yang dtimbulkan sesudahnya, karena memperingatkan bahaya bid’ah atau berlebih-lebihan dalam menilai keberadaannya tidak seyogyanya menimbulkan –sekarang atau sesudahnya- sikap meremehkan dan menganggap enteng keberadaan maksiat itu sendiri, sebagaimana ketika kita memperingatkan bahawa maksiat atau berlebih-lebihan dalam menilai keberadaannya, tidak seyogyanya mengakibatkan –sekarang atau sesudahnya-sikap meremehkan dan menganggap enteng keberadaan bid’ah itu sendiri.

D. Tingkatan  Bid’ah

Kita tidak ragu lagi bahwa bid’ah memiliki beberapa tingkatan, yaitu dua tingkatan. Bid’ah yang muharramah, yaitu bid’ah yang tidak sampai menyebabkan pelakunya menjadi kafir. Yang kedua: Bid’ah Mukaffirah (yang bisa membuat pelakunya menjadi kafir). Maka bid’ah itu bisa jadi muharramah dan bisa jadi mukaffirah. Contohnya: ketika kita mengatakan bahwa pengkhususan sebagian imam dengan melakukan qunut pada shalat Subuh dengan membaca: Allahummahdina fiiman hadaita adalah bid’ah. Ini memang bid’ah. Setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka. Ini adalah bid’ah Muharramah, tetapi apakah sama bid’ah ini dengan bid’ah thawaf di kuburan?! Apakah sama dengan bid’ah orang yang meminta bantuan dan pertolongan kepada selain Allah? Mereka mengatakan: Wahai Rifa’i tolonglah aku! dan Wahai Jailani tolonglah aku ?! Ini adalah bid’ah dan yang tadi juga bid’ah. Tetapi yang awal adalah bid’ah yang muharramah, yang pelakunya akan menjadi fasiq, sedangkan yang kedua bid’ah mukaffarah, yang pelakunya bisa menjadi kafir. Dan kaidah pengkafiran itu adalah: Setelah ditegakkan hujjah kepada pelakunya dan kemudian dia melakukan sikap menentang, sebagaimana yang telah kita terangkan sebelumnya, adapun bid’ah yang membawa pelakunya kepada kekafiran, tidak berarti pelakunya pasti menjadi kafir bila dia melakukannya, kecuali bila telah ditegakkan hujah kepadanya kemudian dia menentang.

 

E. Nabi Muhammadd  SAW  Memperbolehkan  Berbuat Bid’ah   Hasanah

Nabi saw memperbolehkan kita melakukan bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah. Sebagaimana sabda beliau saw:

“Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat-buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya”

(Shahih Muslim hadits no.1017, demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi).

Hadits ini menjelaskan makna Bid’ah hasanah dan Bid’ah dhalalah.

Perhatikan hadits beliau saw tersebut. Bukankah beliau saw menganjurkan? Maksudnya bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yang membuat kebaikan atas islam maka lakukanlah. Alangkah indahnya bimbingan Nabi saw yang tidak mencekik umat. Beliau saw tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tetapi ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian ulama, merajalelanya kemaksiatan. Pastilah diperlukan hal-hal yang baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan. Demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini yang tetap akan bisa dipakai hingga akhir zaman. Inilah makna sebenarnya dari ayat:

… الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا …

“Hari ini Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan bagi kalian, dan kuridhoi islam sebagai agama kalian”

Maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini. Semua hal baru, yang baik, termasuk dalam kerangka syariah, sudah direstui oleh Allah dan rasul Nya. Alangkah sempurnanya Islam.

Namun tentunya hal ini tidak berarti membuat agama baru atau syariat baru yang bertentangan dengan syariah dan sunnah Rasul saw. Atau bahkan menghalalkan apa-apa yang sudah diharamkan oleh Rasul saw atau sebaliknya. Inilah makna hadits beliau saw: “Barangsiapa yang membuat buat hal baru yang berupa keburukan …”. Inilah yang disebut Bid’ah Dhalalah.

Beliau saw telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman akan berkembang, maka beliau saw memperbolehkannya (hal yang baru berupa kebaikan), menganjurkannya dan menyemangati kita untuk memperbuatnya, agar umat tidak tercekik dengan hal yang ada di zaman kehidupan beliau saw saja, dan beliau saw telah pula mengingatkan agar jangan membuat buat hal yang buruk (Bid’ah dhalalah).

F.  Hukum  Dan  Contoh  Bid’ah

Meski namanya bid’ah, namun dari segi hukum, hukumnya tetap terbagi menjadi lima perkara sebagaimana hukum dalam fiqih. Ada bid’ah yang hukumnya haram, tapi juga ada bid’ah yang hukumnya wajib. Dan ada juga yang hukumnya mubah, makruh dan sunnah.

      Di antara contoh bid’ah dengan kelima hukumnya, adalah:

      1. Bid’ah Yang Hukumnya Wajib

                        Seperti belajar bahasa Arab dengan ilmu Nahwu dan ilmu Sharf. Jelas sekali kalau pakai definisi yang mereka buat, mempelajari keduanya tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para shahabatnya. Bahkan tidak ada seorang pun yang mempelajari kedua cabang ilmu bahasa Arab itu di masa kenabian.
Umat manusia baru berdondng-bondong belajar ilmu Nahwu dan ilmu Sharf sepeninggal Rasulullah SAW beberapa tahun kemudian, ketika bendera Islam merambah ke luar dari Jazirah Arabia.
Secara kriteria, fenomena ini termasuk perkara yang tidak pernah dilakukan di zaman Nabi Muhammad SAW. Seharusnya dan sepantasnya perbuatan ini dimasukkan ke dalam kategori bid’ah.
Tetapi jelas sekali bahwa seseorang tidak mungkin mengerti perintah Allah dalam Al-Quran dan As-Sunnah kecuali dengan mempelajari ilmu Nahwu dan Sharf hingga tingkat mahir. Padahal mengerti perintah Allah dan Rasul-Nya hukumnya wajib.
Maka hukum mempelajari ilmu Nahwu dan Sharf hukumnya juga wajib, walau pun termasuk kategori bid’ah, karena di zaman nabi belum ada.

      2.    Bid’ah Yang Hukumnya Sunnah

                        Misalnya mendirikan sekolah dengan sistem pendidikan modern, ada kurikulum, kelas, ujian, nilai raport, ijazah dan seterusnya. Di zaman Rasulullah SAW jelas tidak ada sistem seperti ini. Kalau mau jujur, maka mendirikan dan menjalankan sebuah sekolah termasuk kategori bid’ah.

Tetapi semua orang di dunia ini sepakat bahwa sekolah itu penting buat mempersiapkan generasi kita di masa depan. Maka para ulama mengatakan bahwa mendirikan sekolah termasuk hal yang disunnahkan, meski termasuk bid’ah.

    3.       Bidah Yang Hukumnya Mubah

                        Seperti bersalaman setelah shalat fardhu dengan sesama jamaah shalat. Juga termasuk berpakaian yang bagus dan memakan makanan yang lezat dan enak. Para ulama menghukuminya sebagai mubah, walau termasuk kategori bid’ah.

      4.    Bid’ah Yang Hukumnya Makruh

                        Seperti menghias masjid dengan hiasan mahal terbuat dari emas, perak atau benda berharga lainnya. Bahkan sebagian ulama seperti Dr. Said Ramadhan Al-Buthi termasuk ikut mengharamkan penghiasan masjid secara berlebihan.
Sebab hal ini tidak kita dapati di zaman Rasulullah SAW, yaitu di mana orang berlomba untuk menghias masjid sedemikian rupa dengan mengeluarkan dana yang amat mahal.
Di masa beliau SAW dan juga masa keemasan Islam, keberhasilan suatu masjid diukur dari seberapa banyak ulama yang bisa dilahirkan dari suatu masjid.
Masjid Nabawi di Madinah adalah contoh di mana masjid melahirkan para pahlawan, ulama dan duat yang tersebar ke seantero dunia. Ada pun dari segi fisik, bangunannya sangat sederhana. Tanpa menara menjulang dan tanpa karpet tebal. Boleh dibilang sangat sederhana bahkan ada bagian yang tidak ada alasnya untuk sekedar shalat.

      5.    Bid’ah Yang Hukumnya Haram

                           Penyimpangan yang nampaknya telah diantisipasi oleh Rasulullah SAW sejak abad ke-7 masehi dengan statemen beliau bahwa bid’ah itu sesat dan sesat itu dihari akhir pasti akan dimasukkan kedalam neraka.

untuk menentukan Bid’ah tersebut Hasanah (kebaikan) ataupun Dhalalah (Sesat) letaknya pada efek bagi yang mengerjakan dan para muslimin pada umumnya.
jika memberikan Manfaat kepada Diri yang mengerjakan dan kepada para Muslimin, maka Bid’ah tersebut TIDAK SESAT, tetapi justeru menjadi Bid’ah hasanah (kebaikan)
Contoh:
1.Halal Bil Halal (Emangnya Nabi Pernah Halal Bil Halal ??)
2.Tahlilan
3.Dzikir Berjamaah
Dan jika sebaliknya, jika dikerjakan akan memberikan Mudharat, maka Bid’ah tersebut masuk kategori Dhalalah(sesat)
contoh:
1.Sholat berbahasa Selain Arab
2.Sholat tidak sesuai tuntunan Rasulullan (sholat sambir bernyanyi, dsb.)
3.Puasa yang tidak sesuai tuntunan Allah swt dan RasulNya

G.  Dalil-dalil  Bid’ah

Berikut adalah hadits-hadits yang menjelaskan tentang apabila orang membuat cara-cara baru dalam ibadah yang tidak ada dalam syariat:

1
عن جابر بن عبد الله أن رسول الله قال: أما بعد فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة

“Dari sahabat Jabir bin Abdillah rodhiallahu’anhu bahwasannya Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam bersabda: “Amma ba’du: sesungguhnya sebaik-baik perkataan ialah kitab Allah (Al Qur’an) dan sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Nabi Muhammad shollallahu’alaihiwasallam, dan sejelek-jelek urusan ialah urusan yang diada-adakan, dan setiap bid’ah ialah sesat”. (Riwayat Muslim, 2/592, hadits no: 867).

2
عن العرباض بن سارية قال: صلى بنا رسول الله ذات يوم ثم أقبل علينا فوعظنا موعظة بليغة ذرفت منها العيون ووجلت منها القلوب، فقال قائل: يا رسول الله كأن هذه موعظة مودع، فماذا تعهد إلينا؟ فقال: أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبدا حبشيا؛ فإنه من يعش منكم بعدي فسيرى اختلافا كثيرا، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة

“Dari sahabat ‘Irbadh bin As Sariyyah rodhiallahu’anhu ia berkata: Pada suatu hari Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam shalat berjamaah bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu beliau memberi kami nasehat dengan nasehat yang sangat mengesan, sehingga air mata berlinang, dan hati tergetar. Kemudian ada seorang sahabat yang berkata: Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat seorang yang hendak berpisah, maka apakah yang akan engkau wasiatkan (pesankan) kepada kami? Beliau menjawab: Aku berpesan kepada kalian agar senantiasa bertaqwa kepada Allah, dan senantiasa setia mendengar dan taat ( pada pemimpin/penguasa , walaupun ia adalah seorang budak ethiopia, karena barang siapa yang berumur panjang setelah aku wafat, niscaya ia akan menemui banyak perselisihan. Maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa’ Ar rasyidin yang telah mendapat petunjuk lagi bijak. Berpegang eratlah kalian dengannya, dan gigitlah dengan geraham kalian. Jauhilah oleh kalian urusan-urusan yang diada-adakan, karena setiap urusan yang diada-adakan ialah bid’ah, dan setiap bid’ah ialah sesat“. (Riwayat Ahmad 4/126, Abu Dawud, 4/200, hadits no: 4607, At Tirmizy 5/44, hadits no: 2676, Ibnu Majah 1/15, hadits no:42, Al Hakim 1/37, hadits no: 4, dll).

     Pada kedua hadits ini dan juga hadits-hadits lain yang serupa, ada dalil nyata dan jelas nan tegas bahwa setiap urusan yang diada-adakan ialah bid’ah, dan setiap bid’ah ialah sesat. Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam dalam hadits ini bersabda: كل بدعة ضلالة setiap bid’ah ialah sesat, dalam ilmu ushul fiqih, metode ungkapan ini dikatagorikan kedalam metode-metode yang menunjukkan akan keumuman, bahkan sebagian ulama’ menyatakan bahwa metode ini adalah metode paling kuat guna menunjukkan akan keumuman, dan tidak ada kata lain yang lebih kuat dalam menunjukkan akan keumuman dibanding kata ini كل. [Baca Al Mustasyfa oleh Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghozali 3/220, dan Irsyadul Fuhul oleh Muhammad Ali As Syaukani 1/430-432].

Mu’adz bin Jabal ataupun Ayyub tidak membedakan antara bid’ah hasanah dengan bid’ah dhalalah, semuanya dikecam dan dikatakan sesat dan menjauhkan pelakunya dari Allah. Imam Malik bin Anas menjelaskan, alasan mengapa setiap bid’ah itu adalah sesat, beliau berkata:

من أحدث في هذه الأمة اليوم شيئا لم يكن عليه سلفها فقد زعم أن رسول الله خان الرسالة لأن الله تعالى يقول: )حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير وما أهل لغير لله به والمنخنقة والموقوذة والمتردية والنطيحة وما أكل السبع إلا ما ذكيتم وما ذبح على النصب وأن تستقسموا بالأزلام ذلكم فسق اليوم يئس الذين كفروا من دينكم فلا تخشوهم وخشون اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا فمن اضطر في مخمصة غير متجانف لإثم فإن الله غفور رحيم( (المائدة 3) فما لم يكن يومئذ دينا لا يكون اليوم دينا

“Barang siapa pada zaman sekarang mengada-adakan pada ummat ini sesuatu yang tidak diajarkan oleh pendahulunya (Nabi shollallahu’alaihiwasallam dan sahabatnya), berarti ia telah beranggapan bahwa Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam telah mengkhianati kerasulannya, karena Allah Ta’ala berfirman: “Diharamkan bagimu bangkai, darah ………pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agamamu. Maka barang siapa yang terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang” (Al Maidah: 3) sehingga segala yang tidak menjadi ajaran agama kala itu (zaman Nabi shollallahu’alaihiwasallam dan sahabatnya) maka hari ini juga tidak akan menjadi ajaran agama”. (Riwayat Ibnu Hazem dalam kitabnya Al Ihkam 6/225).

 

H. Bahaya  Bid’ah

  1. Anggapan baik terhadap bid’ah berarti menganggap Islam seolah-olah belum    

      sempurna

Syari’at islam telah sempurna, sehingga tidak memerlukan tambahan ataupun pengurangan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah ku ridhoi islam sebagai agamamu.”( Qs. Al-Maidah: 3) Dan Nabi Shallallahu ‘Alahi wa Sallam tidaklah wafat kecuali telah menjelaskan seluruh perkara dunia dan agama yang dibutuhkan. Jika demuikian, maka maksud perkataan atau perbuatan bid’ah dari pelakunya adalah bahwa agama ini seakan-akan belum sempurna, sehingga perlu untuk dilengkapi, sebab amalan yang diperbuatnya dengan anggapan dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala belum terdapat di dalamnya.

Ibnu Majisyun berkata : “Aku mendengar Imam malik berkata: “Barang siapa yang membuat bid’ah dalam islam dan melihatnya sebagai suatu kebaikan, maka Sesungguhnya dia telah menuduh bahwa Nabi Muhammad rtelah berkhianat, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman Dalam Al-qur’an , “pada hari ini telah aku sempurnakan bagimu agamu.” Maka apa yang pada hari itu tidak termasuk sebagai agama maka pada hari inipun bukan termasuk Agama.”( Asy-syatibi dalam Al-I’tisam).

2. Amalan bid’ah tertolak (tidak di terima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala )

Nabi Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang membuat hal yang baru dalam urusan agama kami ini sesuatu yang tidak ada didalamnya, maka ia tertolak.” (Bukhari Muslim)

Sebagaimana maklum bahwa syarat di terimanya amalan adalah: ikhlas dan sesuai dengan sunnah.

3. Bid’ah…mengikuti hawa nafsu

Sebagaimana perkataan Syaikhul Islam Ibnu Thaimiyah: “para pelaku bid’ah adalah orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan syubhat. Mereka mengikuti hawa nafsunya dalam sesuatu yang di sukai dan di benci, mereka menetapkan hukum dengan prasangka dan syubhat. Mereka mengikuti prasangka dan apa yang di inginkan nafsunya, padahal telah datang petunjuk dari Tuhan Subhanahu wa Ta’ala mereka. Jika seseorang menggunakan hawa nafsunya dalam masalah agama maka sungguh dia adalah orang yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapatkan petunjuk dari Allah. “(Al-Qashash:50)Bid’ah lebih di cintai oleh iblis dari pada perbuatan maksiat

4. Bid’ah melenyapkan Sunnah

                 Seperti apa yang di katakan oleh Ibnu Abbas Radhiallahu wa Anhu: ” Tidaklah datang suatu tahun pada Manusia melainkan mereka membuat bid’ah dan mematikan sunnah, hingga bentuk-bentuk bid’ah menjadi hidup dan sunnah menjadi mati.”

Hasan bin ‘Athiyyah : “Tidaklah suatu kaum membuat bid’ah dalam agama mereka melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mencabut dari mereka sunnah yang sepadan dengan nya, kemudian tidak akan mengembalikan kepada mereka sampai hari kiamat.” betapa indahnya yang dikatakan oleh sahabat agung Ibnu mas’ud Radhiallahu wa Anhu: “Hendaklah kamu menghindari apa yang baru di buat Manusia dari bentuk-bentuk bid’ah. Sebab agama tidak akan hilang dari hati seketika. Tetapi syaithan membuat bid’ah baru untuknya, hingga iman keluar dari hati, dan hampir-hampir Manusia meninggalkan apa yang telah di tetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada mereka berupa shalat, puasa, halal dan haram, sementara mereka masih berbicara tentang Tuhan Yang Mahamulia. Maka siapa yang mendapatkan masa itu hendaknya dia lari. “Ia di tanya, “Wahai Abu Abdurrahman , kemana larinya ? “ia menjawab. “Tidak kemana-mana. Lari dengan hati dan agamanya. Janganlah duduk besama-sama dengan ahli bid’ah.(Al-Hajjah I/312 oleh Al-Ashbahani)

5. Bid’ah termasuk sikap ghuluw (melampaui batas syari’at)

               Imam Al-Bukhari berkata dalam kitab shahihnya, Kitab Al-I’tisham bil kitab wa sunnah: “Bab: Apa yang dilarang tentang berlebih-lebihan, perselisihan di dalam ilmu, ghuluw di dalam agama dan bid’ah-bid’ah, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : ” Wahai Ahli kitab janganlah kamu melampauibatas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakanterhadaap Allah kecuali yang benar.” (An-Nisa’:171)Bid’ah menyebabkan perpecahan

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “dan bahwa (yang kami peritahkan) ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan (subul) itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya.”(Al-An’am 153)

Imam Asy-Syathibi berkata: “sirhathal mustaqim (jalan yang lurus) adalah jalan Allah yang dia serukan, yaitu As-Sunnah. Sedangkan As-Subul (jalan-jalan lain) adalah jalan-jalan orang-orang yang berselisih. Yang menyimpang dari jalan yang lurus. Mereka adalah para ahli bid’ah”(Al-I’tisham I/76 tahqiq Syaikh Salim Al-Hilali)

6. .Pelaku bid’ah semakin jauh dari Allah Subhanahu wa Ta’ala

Diriwayatkan dari Al-hasan bahwa dia berkata : “shahibu (pelaku) bid’ah, tidaklah dia menambah kesungguhan, puasa, dan shalat, kecuali dia semakin jauh dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan dari Ayyub As-Sikhtiyani, dia berkata: “tidaklah pelaku bid’ah menambah kesungguhan kecuali dia semakin jauh dari Allah Subhanahu wa Ta’ala .” Pernyatan tersebut diisyaratkan kebenarannya oleh sabda Rasulullah rtentang khawarij: “satu kaum akan keluar di dalam ummat ini yang kamu meremehkan shalat kamu di bandingkan dengan shalat mereka, mereka membaca Al-Qur’an tetapi tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana melesatnya anak panah dari sasarannya.”(HR. Bukhari)

Asy-Syatibi berkata: “pertama beliau (Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam pent.) menjelaskan tentang kesungguhan mereka, kemudian beliau menjelaskan tentang jaunya mereka dari Allah Subhanahu wa Ta’ala .(Al-I’tisham I/156).

7.Menangguh dosa bid’ah dan dosa-dosa orang yang mengamalkannya sampai hari

   kiamat.

Dalam hal ini Nabi Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda : “Barang siapa yang menyeru kepada petunjuk , maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barang siapa yang menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa-dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.”(HR. Muslim)

Sedangkan bid’ah merupakan kesesatan sebagaimana yang telah di katakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam. Inginkah ahli bid’ah menanggung seluruh dosa orang-orang yang mengiutinya sampai hari kiamat?! Tidakkah hadis Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam ini menghentikan mereka!?.

8.Pelaku bid’ah akan di usir dari telaga Rasululah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam

   pada hari kiamat

Rasululah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda: “Sesung-guhnya aku mandahului dan menanti kamu di telaga. Barang siapa yang melewatiku niscaya dia minum, dan barang siapa yang minum niscaya dia tidak akan haus selama-lamanya. Sesungguhnya sekelompok orang akan mendatangiku, aku mengenal mereka, dan mereka mengenalku, kemudian dihalangi antara aku dengan mereka, maka aku berkata: “Sesungguhnya mereka dari pengikutku” tetapi di jawab “Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan secara baru setelahmu.” Maka aku (Nabi Shallallahu ‘Alahi wa Sallam) berkata: “jauh ! jauh!! Bagi orang-orang yang merubah agama setelahku.” (HR. Bukhari -Muslim)> Pelaku bid’ah diancam dengan laknat Allah

I. Cara  Menghadapi  Bid’ah

       Menghadapai bid’ah yang menyesatkan ini, kita wajib melakukan sesutu untuk menghentikannya. Cara efektif dalam menghadapi bid’ah adalah lewat bentuk-bentuk pengingkaran/penolakan dengan hikmah (bijak), bashirah (ketajaman mata hati), dialog yang sehat dan metode-metode lain yang tidak menimbulkan bid’ah yang lebih besar dari yang hendak dihapuskan.

Metode efektif menghadapi bid’ah adalah metode yan dapat diukur tingkat pencapaiannya dengan biaya yang paling ringan dan korban yang paling minimal. Sarana dan cara menghadapi bid’ah  tidak baku dan kaku, tetapi berkembang sesuai dengan situasi, ruang dan waktu  bid’ah itu muncul.

Rasulullah saw telah memberikan teladan dalam menghadapi bid’ah dengan hikmah dan bashirah agar tidak menimbulkan bid’ah yang lebih besar lagi. Dalam ruang dan waktu yang berbeda diperlukan sikap yang berbeda. Rasulullah membedakan sikapnya dalam menghadapi bid’ah di Makkah, di Madinah dan di Makkah seusai Fathu Makkah. Hal ini bisa kita lihat dari  sikap Nabi terhadap berhala yang ada di sekitar Ka’bah, antara sebelum hijrah dan sesudah fathu Makkah. Dan  adakah yang lebih bid’ah dibandingkan dengan berhala di sekeliling Ka’bah.

Selain itu hanya iman yang bisa mengatasi berbagai Bid’ah dan semua kemelut dalam kehidupan ini,karena ilmu dan teknologi yang canggih sekalipun tidak berdaya menghadapi kepentingan – kepentingan duniawi.Kegelisahan,keraguan,kecurigaan hanya akan hilang oleh iman.

BAB  III

PENUTUP

 

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:

  1. Bidah merupakan pelanggaran yang sangat besar dari sisi melampaui batasan-batasan hukum Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas bahwa hal ini menyalahi dalam meyakini kesempurnaan syariat.Menuduh Rasulullah Muhammad SAW menghianati risalah, menuduh bahwa syariat Islam masih kurang dan membutuhkan tambahan serta belum sempurna. Jadi secara umum dapat diketahui bahwa semua bid’ah dalam perkara ibadah/agama adalah haram atau dilarang sesuai kaedah ushul fiqih bahwa hukum asal ibadah adalah haram kecuali bila ada perintah dan tidaklah tepat pula penggunaan istilah bid’ah hasanah jika dikaitkan dengan ibadah atau agama sebagaimana pandangan orang banyak.
  2. Analisis tentang Bid’ah dapat dipergunakan untuk menambah pengetahuan tentang agama islam bagi masyarakat.
  3. Berkaitan dengan moral dan peran manusia,maka penyebab yang paling dominan sebagai penyebab terjadinya Bid’ah yaitu tidak adanya pemahaman dan komitmen agama yang baik dikalangan masyarakat.
  4. Iman kita dapat dirusak oleh perbuatan-perbuatan yang mendekati Bid’ah.
  5. Iman memiliki fungsi dan hikmah yang besar bagi kehidupan untuk melenyapkan Bid’ah.

 

B.  Saran

  1. Setelah disadari bahwa Bid’ah kesalahan yang besar yang menyalahi hukum-hukum Allah dan tidak diajarkan dalam agama Islam maka hendaklah masyarakat mampu meramu pendidikan agama Islam yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diajarkan dalam agama islam.
  2. Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca akan lebih dapat mencari tahu  tentang bid’ah yang diwajibkan dan diharamkan.
  3. Masyarakat hendaknya mampu mengadakan penelitian-penelitian  sederhana yang bertujuan untuk menemukan formula-formula baru  bagi system pembelajaran agam islam yang lebih inovatif untuk meningkatkan  mutu pendidikan tentang agama islam yang menambah dan memperkuat iman kita terhadap Allah.

DAFTAR  PUSTAKA

Asyur,Musthafa.1995.Amalan baru dalam pandangan iman as suyutr.Surabaya:Darul Hikmah.

Dr.Muhammad.2006Dzikir Berjamaah antara sunah dan bid’ah.Solo:Daru alhidayah an-Nabawi

Hasan,ali.2000.Membedah akar bid’ah.Jakarta Timur:Pustaka Al Kautsar.

Shobron Sudarno.2005.Studi Islam 3.Surakarta : LPD,UMS.

Zuhdi Najmuddin.M. dan Shobahiya Mahasri.2006.Ber-Islam.Surakarta : LPD,UMS.

Shobahiya Mahasri dan Rosyadi Imron.2005.Studi Islam 1.Surakarta : LPD,UMS.

http://www.geogle.com

http://majalahnikah.com/index.php?option=com_content&viewarticle&id=14:kedudukan-bidah-dan-maksiat-dalam-agama&catid =18:shirathalmustaqim&Itemid=28

http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=439&bagian=0

http://abusalma.wordpress.com/ebooks

http://www.eramuslim.com/ustadz/aqd/8627070701-bid039ah-hukumnya-mubah-atau-wajib-adakah.htm

http://datakristen.blogspot.com/

4 Balasan ke MAKALAH BID’AH

  1. taufik berkata:

    mas singgih,,sya ijin mnta mkalahnya ya??mkasih sebelumnya.

  2. mas,,,q juga minta ya???

Tinggalkan Balasan ke singgih prabowo Batalkan balasan